• Tuntunan Rasulullah dalam menyampaikan khutbah adalah bahwa beliau memulai dengan hamdalah, shalawat, salam, kemudian mengucapkan ‘amma ba’du. Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah mengatakan, “Rasulullah tidak pernah menyampaikan khutbah kecuali beliau memulainya dengan hamdalah, dua kalimat syahadat dan menyebut dirinya dengan nama“. Hal ini dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu. Ia berkata, “Rasulullah mengajari kami khutbah hajat (keperluan)(1), yaitu:
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِناَ، مَنْ
يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ { ياَ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوْا اللهَ
الَّذِيْ تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كاَنَ عَلَيْكُمْ
رَقِيْبًا } { ياَ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتَمْ مُسْلِمُوْنَ } { ياَ
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْماَلَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ
يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلُهُ فَقَدْ فاَزَ فَوْزًا عَظِيْمًا}
Dalam hadits tersebut terdapat bacaan
hamdalah, shalawat kepada Nabi dan dua kalimat syahadat. Dalam hadits
yang berkenaan dengan khutbah Rasulullah diterangkan bahwa beliau
senantiasa mengucapkan (أما بعد) setelah memuji Allah dan bersyahadat(2). Para ulama, terutama dalam madzhab Syafi’i menetapkan bahwa konten khutbah terdiri dari lima rukun, yaitu:
- Membaca hamdalah
- Membaca shalawat
- Berwasiat dengan taqwa
- Membaca ayat dari Al-Qur’an
- Berdo’a untuk kaum muslimin.
وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْواً
انْفَضُّوْا إِلَيْهاَ وَتَرَكُوْكَ قاَئِماً، قُلْ ماَ عِنْدَ اللهِ
خَيْرٌ مِنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجاَرَةِ وَاللهُ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ
“Dan apabila mereka melihat perniagaan atau
permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka meninggalkan
kamu sedang berdiri (berkhutbah). Katakanlah, “Apa yang ada di sisi
Allah adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah
Sebaik-baik Pemberi Rizki.” (QS. 62: 11)
2. Rasulullah apabila sedang khutbah memerah
kedua matanya, tinggi suaranya, dan sangat marah seperti layaknya
komandan pasukan perang yang sedang memberi intruksi kepada para
prajurit. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: “Rasulullah
apabila sedang berkhutbah memerah kedua matanya, tinggi suaranya, dan
memuncak kemarahannya sehingga beliau bagaikan pemberi peringatan kepada
pasukan perang yang mengatakan, “Awas!! Musuh akan menyerang kalian
pagi atau petang!“(3)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Dari hadist ini diambil dalil
bahwa disunnahkan bagi khatib untuk membesarkan urusan khutbah,
mengangkat suara, memilih kata-kata yang singkat tapi padat dan sesuai
dengan situasi pembicaraan. Sementara kondisi memuncak marah Rasulullah
sangat mungkin ketika memberi peringatan tentang hal besar dan dahsyat.”(4)
3. Rasulullah menyampaikan dua khutbah pada
hari jum’ah dan senantiasa duduk di antara dua khutbah yang disampaikan
sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Abdullah bin Umar radhillahu
‘anhuma, ia berkata: “Nabi senantiasa melakukan khutbah dua kali dan duduk di antara keduanya.”(5) Beliau tidak berkata apa-apa di saat duduk tersebut, sebagaimana dariwayatkan dari Jabir bin Samurah, ia berkata: “Aku melihat Nabi menyampaikan khutbah dalam keadaan berdiri kemudian duduk tidak berbicara.”(6)
4. Rasulullah menghadap kepada jamaah dan
memberikan salam setelah naik di mimbar. Diriwayatkan dari Abdullah bin
Umar radhillahu ‘anhuma, ia berkata: “Rasulullah apabila masuk ke
masjid pada hari Jum’at, beliau memberi salam kepada orang-orang yang
duduk di sekitar mimbar. Ketika beliau naik mimbar, beliau menghadap
kepada jamaah dengan wajahnya kemudian mengucapkan salam.”(7)
Di antara para ulama ada yang menetapkan syarat-syarat khutbah dilihat dari akumulasi riwayat sebagai berikut:
- Dua khutbah harus mendahului shalat
- Melakukan khutbah setelah masuk waktu shalat
- Menyampaikan dua khutbah dengan berdiri
- Duduk di antara dua khutbah
- Dalam keadaan suci dari hadats
- Mengangkat suara hingga terdengar oleh semua jamaah jum’at
Hal-hal yang termasuk tuntunan Rasulullah dalam khutbah yang bersifat kondisional adalah sebagai berikut:
1. Rasulullah lebih sering memendekkan khutbah dan memanjangkan shalat.
قاَلَ أَبُوْ وَائِلٍ : “خَطَبَنَا عَمَّارٌ
فَأَوْجَزَ وَأَبْلَغَ، فَلَمّاَ نَزَلَ قُلْناَ: ياَ أَباَ الْيَقَظَانِ،
لَقَدْ أَبْلَغْتَ وَأَوْجَزْتَ، فَلَوْ كُنْتَ تَنَفَّسْتَ، فَقَالَ:
إِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ: “إِنَّ طُوْلَ صَلاَةِ
الرَّجُلِ وَقِصَرِ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ، فَأَطِيْلُوْا
الصَّلاَةَ وَاقْصُرُوا اْلخُطْبَةَ
Abu Wa’il berkata, ” ‘Ammar menyampaikan
khutbah di hadapan kami. Khutbah beliau singkat tapi padat. Ketika
beliau turun, kami berkata, “Wahai Abul-Yaqozhon, sungguh khutbahmu
berisi tapi terlalu singkat. Seandainya khutbah itu sedikit panjang?”
Beliau menjawab, “Aku mendengar Rasulullah bersabda: ” Sesungguhnya
panjang shalat dan singkatnya khutbah seseorang merupakan tanda
kepahamannya (tentang agama). Oleh karena itu, panjangkanlah shalat dan
pendekkan khutbah.”(8)
Namun demikian, beliau pun sesekali memanjangkan khutbah sesuai dengan keperluan. Imam Ibnul-Qoyyim berkata, “Rasulullah
terkadang memendekkan khutbah dan terkadang memanjangkannya sesuai
dengan keperluan masyarakat. Khutbah yang bersifat insidentil lebih
panjang daripada khutbah yang rutin.” (9)
2. Rasulullah menegur siapa saja yang perlu
diberi kepahaman dengan menyebut nama. Di antaranya saat ada keperluan
yang mendesak untuk menjelaskan suatu nilai kebaikan yang ditinggalkan
oleh salah seorang jamaah yang baru masuk mesjid.
Diriwayatkan dari Jabir, ia berkata, “Ketika Rasulullah sedang
menyampaikan khutbah jum’at, tiba-tiba ada seorang laki-laki datang
terlambat. Kelihatannya, ia akan langsung duduk. Maka, Rasulullah
berkata kepadanya, “Wahai fulan, kamu sudah shalat sunnah
tahiyatul-masjid?” Orang tersebut menjawab, “Belum, wahai Rasul.” Beliau
bersabda, “Bangun dan lakukanlah shalat sunnah.”Dalam riwayat lain dikatakan, “Wahai Sulaik, bangun dan lakukan shalat dengan singkat saja!” kemudian beliau bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu datang ke masjid, sementara khatib sedang khutbah maka hendaknya ia melakukan shalat sunnah dan melakukannya dengan singkat.”(10)
3. Rasulullah memutuskan atau menghentikan khutbahnya untuk mengajarkan sesuatu yang diminta oleh seseorang.
Diriwayatkan dari Humaid bin Hilal, ia berkata: Abu Rifa’ah berkata: “Aku sampai kepada Nabi ketika beliau sedang menyampaikan khutbah. Kemudian aku bilang, “Ya Rasulullah, aku orang asing yang datang untuk bertanya masalah agama karena aku tidak tahu tentang agamaku.” Kemudian Rasulullah menujuku dan meninggalkan khutbahnya. Beliau mengajariku ilmu-ilmu yang diberikan kepadanya. Setelah itu, beliau pergi untuk menyempurnakan khutbahnya.”(11)
4. Rasulullah selalu aktif berkomunikasi dengan jamaah dan mengabulkan permohonan mereka.
Diriwayatkan dari Anas bahwa ia bercerita, “Ketika Nabi sedang menyampaikan khutbah di hari jum’at, orang-orang angkat suara seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sudah lama tidak turun hujan, pepohonan memerah dan mengering, dan hewan ternak banyak mati. Berdo’alah supaya Allah menurunkan hujan bagi kami!” Kemudian beliau berdo’a, “Ya Allah turunkanlah hujan bagi kami.” Beliau mengucapkannya dua kali. Demi Allah, kata Anas, waktu itu kami tidak melihat sepotong awan pun di langit. Namun tiba-tiba muncul awan dan langit pun menjadi mendung, kemudian turunlah hujan.
Rasulullah turun dari mimbar kemudian shalat. Jum’atan pun selesai dan para jamaah pulang. Sementara hujan terus turun hingga jum’at berikutnya. Ketika Rasulullah khutbah lagi, banyak orang yang angkat suara lagi seraya berkata kepada beliau, “(Sekarang) rumah-rumah rusak dan jalan tertutup. Berdo’alah agar Allah menahan hujan dari kami!” Rasulullah tersenyum kemudian mengumandangkan do’a, “Ya Allah, turunkan hujan di sekitar kami, jangan kepada kami.” Akhirnya kota Madinah menjadi terang, tetapi turun hujan di sekitarnya.” (12)
Ketiga, berkenaan dengan pelengkap dan sangat baik untuk diterapkan sebagai sikap ittiba’ kepada beliau
1. Rasulullah menyampaikan khutbah di atas mimbar.
Sebelum dibuatkan mimbar, Rasulullah menyampaikan khutbah dengan bersandar di atas pangkal pohon kurma. Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah, ia berkata: “Awalnya Rasulullah berdiri di sebuah pangkal pohon ketika menyampaikan khutbah. Setelah sebuah mimbar diletakkan di atasnya, kami mendengar rintihan dari pangkal pohon tersebut seperti suara unta-unta bunting kesakitan karena hampir beranak. Akhirnya, Rasulullah turun dan meletakkan atau mengusapkan tangannya ke pangkal pohon tersebut.” (13)
Al-Hasan rahimahullah menangis ketika menyampaikan hadits ini seraya berkata, ”Wahai hamba-hamba Allah, sepenggal kayu merintih karena rindu kepada Rasulullah sebagai orang yang kedudukannya dekat dengan Allah. Maka, kalian (wahai umat manusia) lebih berhak merindukan untuk bertemu dengannya.” (14)
2. Mimbar Rasulullah terdiri dari tiga tingkat (undakan).
Ketika khutbah, Raulullah naik mimbar. Beliau berdiri di tingkat yang kedua dan duduk di tingkat yang ketiga, sebagaimana dalam riwayat hadits panjang yang disampaikan oleh Anas bin Malik. Di dalam hadits itu terdapat ungkapan, “kemudian Rasulullah dibuatkan sebuah mimbar yang memiliki dua tingkat dan beliau duduk di tingkat ke tiga.” (15)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Keadaan mimbar dengan tiga tingkat tersebut terus berlangsung hingga ditambah tiga tingkat lagi dari bawah oleh Marwan pada kekuasaan Mu’awiyah.” Ibnu Najjar berkata, “Hal itu terus berlangsung kecuali ada perbaikan sedikit-sedikit hingga terjadi kebakaran yang menghabiskan masjid Madinah pada tahun 654 H. Kemudian Al-Muzhaffar, penguasa Yaman, membuat mimbar baru pada tahun 646 H. Setelah dua puluh tahun, Az-Zhahir Bibris mengirimkan mimbar baru. Maka, digantilah mimbar Al-Muzhaffar dengan mimbar ini. Hal itu terus berlangsung hingga diganti dengan mimbar baru yang dikirim oleh raja Al-Muayyid pada tahun 820 H.” (16)
3. Rasulullah memegang tongkat atau busur panah ketika khutbah.
Diriwayatkan dari Al-Hakam bin Hazan al-Kulafi, ia berkata: “Aku datang kepada Rasulullah dalam rombongan tujuh atau sembilan orang. Kemudian masuk kepadanya dan berkata: “Wahai Rasulullah, kami berkunjung kepadamu. Berdo’alah kepada Allah agar kami diberi kebaikan.” Kami dipersilakan duduk dan kami pun diberi hidangan kurma. Kami tinggal di Madinah beberapa hari. Di sana kami ikut shalat jum’at bersama Rasulullah. Ketika khutbah, beliau berdiri dan bertelekan tongkat ataupun busur panah. Beliau memuji Allah dan menyampaikan ungkapan ringan yang baik dan penuh berkah, kemudian beliau mengatakan, “Wahai manusia, kalian tidak akan mampu melakukan segala yang diperintahkan kepada kalian. Akan tetapi, luruskanlah usaha kalian dan bergembiralah.”(17)
Maroji (Referensi)
- (1) HR. Muslim dan Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Syekh Albani, Shahih Muslim, Kitab: Al-Jum’ah, Bab: Meringankan Shalat Sunnah Ketika Imam Sedang Khutbah.
- (2) HR. Bukhari dan Muslim
- (3) HR. Muslim, Kitab: al Jum’ah, Bab: Meringankan Shalat dan Khutbah, 2/592
- (4) Al Minhaj ‘ala Syarh Muslim, 6/155-156
- (5) HR. Bukhari, Kitab: Al Jumu’ah, Bab: Duduk Antara Dua Khutbah di Hari Jumu’ah – Fathul-Bari 2/406
- (6) HR. Abu Dawud, Sunan Abu Dawud: 1/240 Hadits ini dianggap hasan oleh Syekh Albani.
- (7) HR. Al-Baihaqi, Al-Mu’jamul-Ausath: 3/205
- (8) HR. Muslim, Shahih Muslim, 2/594
- (9) Zadul-Ma’ad, 1/191
- (10) HR. Muslim, Kitab: Al-Jum’at, Bab: Shalat Tahiyatul-Masjid ketika Imam sedang Khutbah, 2/596
- (11) HR. Muslim, Kitab: Al Jum’ah, Bab: Mengajari di saat Khutbah, 2/597
- (12) HR. Bukhari, Shahih Bukhari, 1/346
- (13) A’lamul-Hadits, 1/582
- (14) Musnad Abu Ya’la, 5/143
- (15) HR. Ad-Darimi, Sunanud-Darimi, 1/25
- (16) Fathul-Bari, 2/399
- (17) Zadul-Ma’ad, 1/189
Tidak ada komentar:
Posting Komentar